Era manusia super mungkin bakal segera terwujud. Dunia tidak akan kekurangan stok manusia-manusia super genius sekelas Albert Einsten atau Stephen Hawking, atau atlet handal sekelas Carl Lewis atau aktris sensual Jennifer Lopez. Manusia-manusia super itu bakalan tetap lestari di muka bumi. 100% sama persis, yang beda hanya generasinya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang rekayasa genetika telah menghilangkan ketidakniscayaan itu. Melalui teknologi cloning, siapapun bisa diduplikasi.
Clonaid, perusahaan Bioteknologi di Bahama, sukses menghasilkan manusia cloning pertama di dunia dengan lahirnya Eve, 26 Desember 2002 lalu. Eve merupakan bayi pertama yang lahir dari 10 implantasi yang dilakukan Clonaid tahun 2002. Dari 10 implan, lima gagal. Empat bayi cloning lainnya akan dilahirkan tahun ini. Clonaid berencana mengimplantasi 20 clone manusia Januari ini. Pada saat bersamaan, para ahli independen akan diundang untuk melihat prosesnya sehingga bisa menyaksikan bagaimana contoh cloning, pertumbuhan embryo dan implantansinya. Kini Eve, berusia 6 tahun, sehat dan kini mulai menginjak pendidikan Taman Kanak Kanak di pinggiran kota Bahama.Clonaid adalah sebuah perusahaan yang didirikan sekte keagamaan Raelians tahun 1997. Mereka mempercayai kehidupan di bumi diciptakan mahluk angkasa luar melalui rekayasa genetika.
Kekhawatiran banyak pihak tentang ketidaksempurnaan hasil cloning pada binatang yang dijadikan model pada cloning manusia, Broisselier, chief executive Clonaid, menandaskan kedua prosedur itu tidak bisa dibandingkan. Masalah yang timbul pada cloning binatang merupakan hasil dari prosedur khusus yang digunakan ilmuwan untuk mereproduksi binatang. Jadi bukan pada proses cloningnya. Selain itu jika dalam proses cloning peneliti Clonaid mendeteksi adanya abnormalitas, janin akan digugurkan.
Brigitte Boisselier menambahkan, bukti ilmiah akan diajukan segera, agar mereka tidak dianggap telah mengarang cerita. Jadi satu-satunya cara adalah mengundang seorang pakar independen ke tempat orang tua bayi itu. Di sana ia bisa mengambil contoh sel dari bayi dan ibunya, untuk kemudian membandingkannya.
Raelian sejauh ini dikenal sebagai sekte agama yang percaya bahwa kehidupan di luar angkasa telah menciptakan kehidupan di bumi. Kelompok yang mendapat pengakuan resmi pemerintah negara bagian Quebec, Kanada, sebagai gerakan agama di tahun 1990-an ini mengklaim memiliki 55 ribu anggota di berbagai penjuru dunia, termsuk Amerika. Kelompok ini memilki sebuah taman yang terbuka untuk umum bernama UFOland, dekat Montreal.
Cloning terhadap manusia (Eve) merupakan sebuah keberhasilan para ilmuwan Barat dalam memanfaatkan sains yang akhirnya mampu membuat sebuah kemajuan pesat yang telah melampaui seluruh ramalan manusia. Betapa tidak, cara ini dianggap sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas keturunan: lebih cerdas, kuat, rupawan, ataupun untuk memperbanyak keturunan tanpa membutuhkan proses reproduksi konvensional.
Penelitian cloning pada manusia sebenarnya juga memberikan harapan bagi masa depan dunia kedokteran. Teknik cloning memungkinkan dokter mengidentifikasi penyebab keguguran spontan, memberikan pemahaman pertumbuhan cepat sel kanker, penggunaan sel stem untuk meregenerasi jaringan syaraf, kemajuan dalam penelitian masalah penuaan, genetika dan pengobatan.
Sisi gelap Cloning
Brigitte Boisselier menambahkan, bukti ilmiah akan diajukan segera, agar mereka tidak dianggap telah mengarang cerita. Jadi satu-satunya cara adalah mengundang seorang pakar independen ke tempat orang tua bayi itu. Di sana ia bisa mengambil contoh sel dari bayi dan ibunya, untuk kemudian membandingkannya.
Raelian sejauh ini dikenal sebagai sekte agama yang percaya bahwa kehidupan di luar angkasa telah menciptakan kehidupan di bumi. Kelompok yang mendapat pengakuan resmi pemerintah negara bagian Quebec, Kanada, sebagai gerakan agama di tahun 1990-an ini mengklaim memiliki 55 ribu anggota di berbagai penjuru dunia, termsuk Amerika. Kelompok ini memilki sebuah taman yang terbuka untuk umum bernama UFOland, dekat Montreal.
Cloning terhadap manusia (Eve) merupakan sebuah keberhasilan para ilmuwan Barat dalam memanfaatkan sains yang akhirnya mampu membuat sebuah kemajuan pesat yang telah melampaui seluruh ramalan manusia. Betapa tidak, cara ini dianggap sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas keturunan: lebih cerdas, kuat, rupawan, ataupun untuk memperbanyak keturunan tanpa membutuhkan proses reproduksi konvensional.
Penelitian cloning pada manusia sebenarnya juga memberikan harapan bagi masa depan dunia kedokteran. Teknik cloning memungkinkan dokter mengidentifikasi penyebab keguguran spontan, memberikan pemahaman pertumbuhan cepat sel kanker, penggunaan sel stem untuk meregenerasi jaringan syaraf, kemajuan dalam penelitian masalah penuaan, genetika dan pengobatan.
Sisi gelap Cloning
Kelahiran Eve merupakan sebuah kejutan. Sebelumnya para ilmuwan bersiap menerima kelahiran bayi cloning pertama ‘karya’ dokter ahli kesuburan Italia, Dr. Severino Antinori, awal Januari 2003. Antinori adalah ahli kesuburan yang piawai. Ia telah mendeklarasikan keberhasilannya mengclone babi dan primata dan berhasil menerobos prosedur fertilitas konvensional dengan membuat seorang wanita hamil pada usia 62 tahun pada 1994.
Kebanyakan ilmuwan setuju, reproduksi manusia dengan cara cloning memang memungkinkan. Namun mereka menekankan, eksperimen seperti itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tingginya resiko kematian dan gangguan pasca kelahiran.
Ilmuwan Roslin’s Institute, Ian Wilmut yang berperan dalam kelahiran Dolly menegaskan, cloning pada manusia amat mengejutkan karena jumlah kegagalan yang tinggi dan kematian pada bayi yang baru lahir. cloning pada binatang menunjukkan adanya kelemahan. Dolly, mamalia pertama yang berhasil dicloning terbukti menderita arthritis pada usianya yang masih muda.
Domba betina ini dicloning dengan teknik cloning transfer inti sel somatik (sel tubuh). DNA Dolly berasal dari sel tunggal yang diambil dari sel telur induknya yang kemudian difusikan dengan sel ‘mammary’ (sel kelenjar susu). Sel yang telah bergabung berkembang menjadi embryo yang kemudian ditanamkan pada rahim domba pengganti induk. Walau dikatakan berhasil, prosedur cloning ini tidaklah sempurna. Diperlukan 227 percobaan sebelum akhirnya tercipta Dolly.
National Bioethics Advisory Commission mengemukakan, penggunaan binatang guna memahami proses-proses biologi seperti dalam kasus Dolly, memberikan harapan besar bagi kemajuan dunia medis di masa depan. Namun tidak ada pembenaran untuk riset dengan tujuan menghasilkan anak manusia melalui teknik ini. Ini disebabkan, konon, cloning pada manusia lebih rumit dengan resiko yang besar dan sangat potensial terjadi kesalahan. Para ilmuwan khawatir, penggunaan teknik ini pada manusia akan memunculkan malformasi (kelainan bentuk tubuh atau cacat).
Para ilmuwan juga amat risau dengan risiko medik dan ketidakpastian yang berhubungan dengan cloning manusia. Salah satu kekhawatirannya adalah jika seorang bayi di clone, maka kromosomnya akan cocok dengan usia donor. Misalnya seorang anak hasil cloning yang berusia 5 tahun akan tampak seperti berumur 10 karena mendapat kromosom dari donor berusia 5 tahun , dengan disertai risiko penyakit jantung dan kanker.
Resiko buruk juga mengintai para wanita yang memutuskan mengandung bayi cloning. Menurut ahli perkembangan embryo pada mamalia, Prof. Richard Gardner, para wanita tersebut beresiko terkena satu jenis kanker yang tidak biasa dan unik pada manusia, yang menyerang rahim, yaitu choriocarcinoma (kanker korion).
Mengacu pada berbagai resiko ini banyak negara melarang dilakukannya riset-riset cloning pada manusia. Presiden AS kala itu Bill Clinton mengeluarkan rekomendasi moratorium atau penghentian riset cloning manusia selama 5 tahun. Hampir semua agama juga melarang teknologi cloning pada manusia.
Bertolak dari kelebihan dan kekurangan teknologi cloning ini, agamawan, ahli politik, ahli hukum dan pakar kemasyarakatan perlu segera merumuskan aturan mengenai penerapan teknologi cloning. Sebab ditangan ilmuwan ‘hitam’, cloning bisa menjadi malapetaka.
Kebanyakan ilmuwan setuju, reproduksi manusia dengan cara cloning memang memungkinkan. Namun mereka menekankan, eksperimen seperti itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tingginya resiko kematian dan gangguan pasca kelahiran.
Ilmuwan Roslin’s Institute, Ian Wilmut yang berperan dalam kelahiran Dolly menegaskan, cloning pada manusia amat mengejutkan karena jumlah kegagalan yang tinggi dan kematian pada bayi yang baru lahir. cloning pada binatang menunjukkan adanya kelemahan. Dolly, mamalia pertama yang berhasil dicloning terbukti menderita arthritis pada usianya yang masih muda.
Domba betina ini dicloning dengan teknik cloning transfer inti sel somatik (sel tubuh). DNA Dolly berasal dari sel tunggal yang diambil dari sel telur induknya yang kemudian difusikan dengan sel ‘mammary’ (sel kelenjar susu). Sel yang telah bergabung berkembang menjadi embryo yang kemudian ditanamkan pada rahim domba pengganti induk. Walau dikatakan berhasil, prosedur cloning ini tidaklah sempurna. Diperlukan 227 percobaan sebelum akhirnya tercipta Dolly.
National Bioethics Advisory Commission mengemukakan, penggunaan binatang guna memahami proses-proses biologi seperti dalam kasus Dolly, memberikan harapan besar bagi kemajuan dunia medis di masa depan. Namun tidak ada pembenaran untuk riset dengan tujuan menghasilkan anak manusia melalui teknik ini. Ini disebabkan, konon, cloning pada manusia lebih rumit dengan resiko yang besar dan sangat potensial terjadi kesalahan. Para ilmuwan khawatir, penggunaan teknik ini pada manusia akan memunculkan malformasi (kelainan bentuk tubuh atau cacat).
Para ilmuwan juga amat risau dengan risiko medik dan ketidakpastian yang berhubungan dengan cloning manusia. Salah satu kekhawatirannya adalah jika seorang bayi di clone, maka kromosomnya akan cocok dengan usia donor. Misalnya seorang anak hasil cloning yang berusia 5 tahun akan tampak seperti berumur 10 karena mendapat kromosom dari donor berusia 5 tahun , dengan disertai risiko penyakit jantung dan kanker.
Resiko buruk juga mengintai para wanita yang memutuskan mengandung bayi cloning. Menurut ahli perkembangan embryo pada mamalia, Prof. Richard Gardner, para wanita tersebut beresiko terkena satu jenis kanker yang tidak biasa dan unik pada manusia, yang menyerang rahim, yaitu choriocarcinoma (kanker korion).
Mengacu pada berbagai resiko ini banyak negara melarang dilakukannya riset-riset cloning pada manusia. Presiden AS kala itu Bill Clinton mengeluarkan rekomendasi moratorium atau penghentian riset cloning manusia selama 5 tahun. Hampir semua agama juga melarang teknologi cloning pada manusia.
Bertolak dari kelebihan dan kekurangan teknologi cloning ini, agamawan, ahli politik, ahli hukum dan pakar kemasyarakatan perlu segera merumuskan aturan mengenai penerapan teknologi cloning. Sebab ditangan ilmuwan ‘hitam’, cloning bisa menjadi malapetaka.
Sumber: biologimediacentre.com
0 komentar:
Posting Komentar